MANADO,Beritafaktanews.com – Polemik hukum yang menjerat jurnalis Portalsulut.id, MRN alias Nasution, dengan seorang aktor tambang ilegal berinisial RSB alias Revan, memasuki babak baru. Aktivis nasional Hengki Maliki akhirnya angkat bicara dan menyebut bahwa narasi pemerasan hanyalah kamuflase. Ia menyebut ada skenario suap sistematis untuk membungkam media yang berani membongkar praktik tambang ilegal.
“Bukti yang kami miliki sangat kuat: ini bukan pemerasan, melainkan skema suap. Ini adalah serangan terhadap kemerdekaan pers,” tegas Hengki dalam pernyataannya, Kamis (3/7/2025).
Bukti Chat, Selfie Uang Tunai, dan Ajakan Deal di Hotel
Dari investigasi LSM KIBAR (Komunitas Independen Bersama Azas Rakyat), ditemukan sejumlah bukti kuat. Di antaranya isi percakapan WhatsApp antara Revan dan MRN, yang memperlihatkan Revan secara terang-terangan mengakui aktivitas tambang liar miliknya.
Bahkan, beberapa orang yang diduga anak buah Revan – termasuk seseorang berinisial Tam Bahar alias Utam – tertangkap dalam upaya menyuap MRN agar pemberitaan tidak dipublikasikan.
“Salah satu bukti paling mencolok adalah foto selfie seorang oknum dengan tumpukan uang tunai, diduga sebagai alat transaksi,” jelas Hengki.
Dalam bukti chat juga disebutkan ajakan bertemu di Swiss-Belhotel Manado, yang diduga sebagai lokasi “deal” untuk menghentikan pemberitaan.
“Chat-nya jelas menyebut: ‘Sudah sepakat diberi uang dan tidak ada lagi berita tentang bos ya’. Ini bukan pemerasan, tapi penawaran suap,” ujarnya.
MRN Tak Terima Uang, Jadi Korban Kriminalisasi
Hengki menegaskan bahwa MRN sama sekali tidak menerima uang suap. Sebaliknya, semua dokumentasi dilakukan sebagai upaya membongkar modus mafia tambang membungkam media.
“Kalau benar ini pemerasan, mana bukti transfer? Mana bukti fisik uang di tangan MRN? Yang ada justru bukti penawaran uang dari mereka,” ujar Hengki.
Oknum TNI Diduga Terlibat, Laporan ke Kejati dan Aspidmil Disiapkan
LSM KIBAR dan Koalisi Azas Rakyat mengaku sedang mempersiapkan laporan ke Kejaksaan Tinggi Sulut dan Asisten Pidana Militer (Aspidmil) atas dugaan keterlibatan seorang oknum TNI yang disebut sebagai ‘pelindung’ Revan.
Ironisnya, oknum tersebut justru ikut melaporkan MRN, seolah bertindak sebagai kuasa hukum atau wakil Revan.
“Ini bukan sekadar suap. Ini sudah masuk ranah keterlibatan aparat dalam melindungi kejahatan. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang,” seru Hengki.
Analisis Hukum: Masuk Unsur Suap dan Obstruction of Justice
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 5 ayat (1), siapapun yang memberi atau menjanjikan sesuatu untuk memengaruhi tindakan orang lain dapat dikategorikan melakukan tindak pidana suap.
Meski MRN bukan penyelenggara negara, dalam konteks ini ia adalah jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Hengki juga menyebut ada potensi pelanggaran lainnya:
- Pasal 21 UU Tipikor – Obstruction of Justice
- UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers – Pelarangan penyiaran informasi
- Pasal 55 KUHP – Tindak pidana bersama
Tuntutan: Proses Hukum Transparan, Bongkar Mafia Tambang!
LSM KIBAR dan Koalisi Azas Rakyat menuntut aparat penegak hukum – Kapolda Sulut, Kejati Sulut, dan Danrem 131/Santiago – untuk menjamin proses hukum berjalan secara obyektif, transparan, dan bebas intervensi mafia.
Mereka juga mendesak Komnas HAM dan Dewan Pers untuk turut mengawal kasus ini.
“Kami tidak sedang membela personal. Ini tentang menjaga marwah pers dan membungkam intimidasi terhadap jurnalis. Mafia tambang harus dibongkar, bukan dilindungi,” tutup Hengki.
(Red)