Konflik Agraria Memanas di Kawasan Keramasan, Kertapati -Palembang, Berita FaktaNews — Konflik agraria kembali mencuat di Kota Palembang.
Dua perusahaan tambang batu bara, PT Royaltama Mulia Kencana (RMK) dan PT Bomba Group, diduga telah menyerobot lahan milik sejumlah tokoh publik dan pengusaha ternama di kawasan Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati.
Tiga pemilik lahan yang merasa dirugikan dalam konflik ini adalah mantan Wali Kota Palembang Edy Santana Putra (ESP), pengusaha asal Bandung Hendri, dan tokoh masyarakat Palembang, Jamak Udin.
Lahan Bersertifikat Dipasangi Plang Perusahaan
Hendri menyebutkan bahwa lahan miliknya seluas 35 hektare, yang sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), kini dipenuhi limbah batu bara dan aktivitas alat berat milik perusahaan RMK.
“Lahan saya telah dipasangi plang nama perusahaan tanpa izin. Ini pelanggaran serius atas hak kepemilikan. Kami akan menempuh jalur hukum sesuai perundang-undangan,” ujarnya, Sabtu (14/6).
Edy Santana: “Saya Mantan Wali Kota, Saya Tahu Sejarahnya”
Senada dengan Hendri, Edy Santana Putra menyatakan bahwa lahan miliknya seluas 40 hektare, terdiri atas 20 sertifikat atas nama dirinya dan keluarganya, juga diklaim sepihak oleh PT Bomba Group.
“Saya tahu betul awal mula perusahaan ini beroperasi, karena waktu itu saya Wali Kota. Sekarang malah lahan saya yang diklaim,” jelasnya geram.
Yang mengejutkan, akses jalan umum selebar 3 meter yang dahulu terbuka kini berubah menjadi jalur eksklusif angkutan batu bara yang dijaga oleh satpam perusahaan dan dipasangi portal. “Kami minta kejelasan. Jalan itu milik pemerintah, bukan milik swasta,” tambah Edy.
Warga Lokal Juga Jadi Korban
Tokoh masyarakat lokal, Jamak Udin, turut menjadi korban. Ia mengaku bahwa lahannya seluas 20 hektare juga dimanfaatkan perusahaan tanpa izin resmi.
“Sudah kami cek ke lokasi bersama-sama, kondisinya sangat memprihatinkan. Lahan berubah drastis dan kami tidak pernah menyewakannya,” ucap Jamak.
Perusahaan Bungkam, Warga Minta Investigasi
Ketiga korban melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada 13 Juni 2025 lalu dan menemukan bukti aktivitas tambang serta perubahan fisik lahan secara signifikan.
Saat dikonfirmasi, seorang petugas keamanan di lokasi RMK menyatakan bahwa perusahaan telah tutup. “Saya hanya jaga lokasi. Katanya lahan disewa, tapi saya tidak tahu dengan siapa,” ujarnya singkat.
Desakan Investigasi Serius dari Aparat
Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria di Sumatera Selatan, terutama yang melibatkan perusahaan besar. Para pemilik lahan meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk turun tangan dan melakukan investigasi menyeluruh.
“Kami tidak ingin konflik ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum atas hak tanah rakyat. Harus ada kejelasan dan keadilan,” tegas Edy.
Redaksi Berita FaktaNews