Berita Faktanews//- Paripurna DPRD Empat Lawang, Senin (13/10), seharusnya menjadi momen penting: pengambilan sumpah Pengganti Antar Waktu (PAW) anggota dewan—tanda bahwa roda pemerintahan masih berputar.
Namun, dari 34 anggota DPRD, hanya 28 orang yang hadir. Enam kursi sisanya kosong, senyap, tanpa kabar.
Ironis. Saat pelantikan dulu, semua berebut kursi depan demi tampil di kamera. Tapi ketika waktunya rapat, kursi justru berebut udara.
Dulu, waktu kampanye, mereka rajin turun ke dapur rakyat, menebar janji, menyalami warga sampai basah keringat. Kini, ketika sudah duduk di kursi hasil suara rakyat, justru menghilang tanpa jejak.
Masih berdalih sibuk? Sibuk apa?
Sibuk menghitung sisa masa jabatan? Sibuk menyiapkan strategi politik lima tahun ke depan? Atau sibuk menghadiri acara keluarga yang lebih “menguntungkan”? Yang jelas, bukan sibuk memikirkan nasib rakyat Empat Lawang.
Lebih ironis lagi, gaji mereka tetap berjalan lancar setiap bulan—dari uang pajak rakyat, termasuk dari pedagang pempek di pasar, dari tukang ojek yang berpanas-panasan di jalan. Tapi yang dibayar ini justru tak hadir, tak bekerja, dan seolah tak tahu malu.
Kalau rakyat malas bekerja, bantuan bisa dipotong. Tapi kalau wakil rakyat malas, malah disebut “kesibukan”.
Kami punya catatan lengkap siapa saja para “manusia super sibuk” itu. Kalau mereka masih juga mangkir pada paripurna berikutnya, daftar itu akan kami buka satu per satu—biar rakyat tahu siapa yang hanya pandai bicara saat kampanye, tapi bungkam setelah duduk di kursi empuk.
Rakyat mungkin sabar, tapi sabar ada batasnya. Empat Lawang kecil, tapi telinga rakyatnya lebar. Sekali kalian hilang, suara itu akan menyusul—keras, pedas, dan tak akan mudah dilupakan.
Ketua DPRD Empat Lawang, Darli, masih berbicara dengan sopan.
“Mudah-mudahan ke depan aktif, kalau belum juga aktif akan segera kita panggil melalui Dewan Kehormatan di DPRD Empat Lawang ini,” ujarnya.
Tapi kami tak sebaik itu.
Kalau malas, mundur saja. Kursi itu masih banyak yang mau duduk. Banyak yang lebih pantas, lebih rajin, dan tahu artinya tanggung jawab.
Giliran kampanye semangat menyodok. Giliran kerja, lesap.
Sudah dapat kursi, tak duduk. Gaji jalan, muka tebal, tanggung jawab tipis.
Belajarlah malu. Rakyat membayar kalian untuk bekerja—bukan untuk menghilang.
(R01-R12-BFN)



