Jakarta, Berita Faktanews//– Di antara kisah kelam Gerakan 30 September 1965 (G30S), masih terselip cerita tentang keberanian, kejujuran, dan pengorbanan. Amelia Yani, putri ketiga Jenderal Anumerta Ahmad Yani, mengenang dengan penuh hormat jasa Brigadir Polisi Sukitman dan pasukan KKO Marinir yang berperan penting dalam mengungkap tragedi berdarah itu.
Amelia mengatakan, jika suatu hari film “Pengkhianatan G30S/PKI” dibuat ulang, maka peran Sukitman dan KKO Marinir patut dimasukkan, agar generasi muda mengetahui siapa saja sosok yang berjasa di balik terbongkarnya peristiwa paling kelam dalam sejarah bangsa itu.
“Sukitman adalah saksi hidup. Tanpa kesaksiannya, mungkin jenazah para Pahlawan Revolusi tidak akan segera ditemukan,” ujar Amelia dalam sebuah kesempatan mengenang peristiwa tersebut.
Sukitman, Polisi Muda yang Selamat dari Lubang Buaya
Pada dini hari 1 Oktober 1965, Sukitman yang saat itu tengah berpatroli di kawasan Jakarta Selatan, ditangkap oleh kelompok penculik dan dibawa ke Lubang Buaya — tempat para jenderal disiksa dan dibunuh.
Dalam ketegangan malam itu, ia mendengar rentetan tembakan dan sorak sorai para algojo. Dengan berpura-pura mati, Sukitman berhasil lolos dari maut. Ia kemudian melapor ke Kodam Jaya, dan laporannya itulah yang menjadi kunci terbongkarnya lokasi penguburan para jenderal.
Dari informasi yang diberikan Sukitman, pasukan gabungan bergerak cepat. Dan pada 3 Oktober 1965 menjelang Magrib, ditemukanlah sumur maut di Lubang Buaya — tempat tujuh perwira tinggi Angkatan Darat dikuburkan secara kejam.
“Penemuan itu bukan sekadar keberuntungan, tapi mukjizat,” kenang Amelia dengan mata berkaca-kaca.
Peran KKO Marinir dalam Mengangkat Jenazah Para Jenderal
Selain Sukitman, Amelia juga mengingat jasa Mayor Subardi, ajudan Jenderal Ahmad Yani, yang turut dalam pencarian. Namun yang tak kalah penting, kata Amelia, adalah peran pasukan KKO Marinir yang saat itu ikut membantu proses pengangkatan jenazah para pahlawan.
Pada malam 3 Oktober 1965, pasukan KKO berlatih keras bagaimana cara mengangkat jenazah dari sumur sempit berdiameter hanya 50 sentimeter dengan kedalaman sekitar 12 meter.
Tugas itu bukan hanya berat secara teknis, tapi juga menyayat hati. Namun, dengan keberanian dan keteguhan, mereka berhasil melaksanakan tugas itu hingga jenazah para pahlawan dapat dimakamkan secara layak.
Catatan Ahmad Yani, Sumber Autentik Sejarah
Amelia menambahkan, catatan pribadi sang ayah, Jenderal Ahmad Yani, yang masih tersimpan rapi di keluarga, bisa dijadikan sumber autentik sejarah jika film baru G30S/PKI dibuat kembali.
Catatan itu menggambarkan situasi genting menjelang tragedi pecah — tentang kegelisahan, ancaman, dan keputusan sulit yang dihadapi para petinggi Angkatan Darat kala itu.
“Ayah saya menulis bukan untuk dikenang sebagai korban, tapi agar bangsa ini belajar dari sejarah,” kata Amelia.
Jangan Lupakan Sejarah
Bagi Amelia, pesan terpenting dari semua kisah itu adalah agar generasi muda tidak melupakan sejarah kelam bangsa ini.
“Bangsa ini pernah berada di ambang perpecahan karena kudeta berdarah. Tugas kita hari ini adalah menjaga agar itu tidak terulang,” tegasnya.
Catatan Redaksi:
Kisah Sukitman dan pasukan KKO Marinir adalah bukti bahwa keberanian dan pengabdian tanpa pamrih dapat menyelamatkan sejarah bangsa. Pengakuan atas jasa mereka adalah bagian dari penghormatan terhadap kebenaran sejarah Indonesia.
(R01–R11/BFN)