Riau, Berita Faktanews// — Pagi ini menjadi hari yang mengguncang publik Riau. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan kali ini menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid, Senin malam (3/11).
Penangkapan Abdul Wahid menambah daftar panjang pejabat daerah yang tersangkut kasus korupsi sepanjang tahun 2025. Berdasarkan catatan KPK, ini merupakan OTT keenam sepanjang tahun berjalan, setelah sebelumnya menjerat sejumlah kepala daerah dan pejabat kementerian dalam berbagai kasus, mulai dari suap proyek infrastruktur di Sumatera Utara hingga pemerasan di Kementerian Ketenagakerjaan.
Dari Cleaning Service ke Kursi Gubernur
Abdul Wahid lahir di Dusun Anak Peria, Indragiri Hilir, 21 November 1980. Ia dikenal sebagai sosok sederhana yang tumbuh dari keluarga petani. Sejak kecil ia sudah terbiasa membantu orang tua di sawah dan kebun untuk bertahan hidup.
Saat kuliah di UIN Suska Riau Fakultas Tarbiyah, Wahid bekerja sebagai cleaning service dan kuli bangunan demi membiayai kuliahnya. Kerja keras dan ketekunannya kemudian membentuk citra dirinya sebagai figur rendah hati dan dekat dengan rakyat kecil.
Perjalanan politiknya dimulai melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia berhasil duduk di DPR RI pada 2019, lalu kembali terpilih pada Pemilu 2024 dengan perolehan suara tertinggi di daerah pemilihannya. Berkat dukungan luas rakyat, ia kemudian diusung menjadi calon Gubernur Riau dan resmi dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada awal 2025.
Kejatuhan di Tengah Harapan
Namun, belum genap satu tahun menjabat, nama Abdul Wahid justru mencuat dalam kasus dugaan suap dan penyalahgunaan kewenangan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
KPK mengamankan Wahid bersama sejumlah pihak terkait beserta barang bukti uang tunai yang diduga hasil transaksi suap. Hingga berita ini diturunkan, tim penyidik KPK masih melakukan pemeriksaan intensif di Jakarta.
Bagi masyarakat Riau, kabar ini seperti tamparan keras. Sosok yang dulu menjadi simbol perjuangan rakyat kecil kini harus berhadapan dengan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi.
“Dulu kami bangga punya pemimpin dari kalangan bawah, tapi sekarang malah seperti ini,” ujar salah satu warga Pekanbaru dengan nada kecewa.
UU dan Sanksi yang Dilanggar
Berdasarkan dugaan sementara, Abdul Wahid dapat dijerat dengan:
Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
yang mengatur tentang penerimaan hadiah atau janji oleh pejabat negara yang berhubungan dengan jabatannya.
Ancaman hukumannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B ayat (2), adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pelajaran dari Kasus Wahid
Kisah Abdul Wahid menjadi cermin betapa ujian kekuasaan sering kali menggoda moral dan integritas. Dari seorang pekerja kebersihan yang berjuang membiayai pendidikan, hingga menjadi gubernur, kini ia harus menghadapi kenyataan pahit: amanah jabatan tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab moral.
“Jabatan adalah amanah, bukan kesempatan,” ujar salah satu tokoh masyarakat Riau saat menanggapi penangkapan tersebut.
Peristiwa ini sekaligus mengingatkan bahwa perjuangan melawan korupsi belum berakhir, bahkan di tangan mereka yang dulu menjadi simbol harapan rakyat kecil.
(R01-R12/BFN)


