Ogan Komering Ilir Berita Faktanews.//– Suasana di SMP Negeri 3 Sirah Pulau Padang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mendadak gempar pada Senin pagi (13/10/2025).
Para siswa yang datang seperti biasa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dikejutkan dengan kondisi gerbang sekolah disegel rantai oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris tanah.

Aksi penyegelan dilakukan oleh keluarga yang menuntut ganti rugi atas lahan tempat berdirinya sekolah tersebut. Mereka mengklaim bahwa hingga kini belum ada penyelesaian pembayaran atas tanah yang digunakan untuk fasilitas pendidikan itu.
Kondisi ini membuat panik para siswa dan orang tua yang datang mengantar anak-anak mereka. Sejumlah warga sempat berupaya membuka paksa gerbang agar kegiatan belajar tidak terganggu.
Kepala Sekolah: Tanah Sudah Diwakafkan Sejak 1977
Kepala SMP Negeri 3 Sirah Pulau Padang, Ningsih, membenarkan adanya penyegelan tersebut. Ia menjelaskan bahwa permasalahan muncul akibat tuntutan dari pihak ahli waris yang merasa belum menerima ganti rugi secara penuh.
“Padahal sejak tahun 1977, tanah ini sudah diwakafkan oleh pemiliknya, dan sebagian lahannya juga sudah dilakukan ganti rugi,” jelas Ningsih.
Menurutnya, pihak sekolah telah melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Pendidikan Kabupaten OKI. Dinas kemudian meminta agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan seperti biasa sambil menunggu proses penyelesaian antara pihak ahli waris dan pemerintah daerah.
Dinas Pendidikan dan Aparat Turun Tangan
Pihak Dinas Pendidikan OKI disebut telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum setempat untuk menjaga situasi agar tetap kondusif serta mengantisipasi potensi keributan di sekitar lingkungan sekolah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak ahli waris belum memberikan keterangan resmi kepada media mengenai dasar tuntutan dan bukti kepemilikan tanah yang disengketakan.
Warga: Tanah Sudah Dibebaskan Sejak 1977
Dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah warga Desa Bungin Tinggi dan Desa Penyandingan memaparkan bahwa tanah sekolah tersebut telah diganti rugi sejak pembangunan program Inpres tahun 1977.
“Sekolah ini dibangun tahun 1978 setelah lahan diganti rugi masyarakat Bungin Tinggi dan Penyandingan. Kalau tidak diganti rugi, kenapa dari dulu pembangunan ini dibiarkan? Bahkan pohon-pohon duku di lahan itu pun sudah ditebang sejak saat itu,” ungkap salah satu warga dalam rekaman tersebut.
Warga juga menyebut bahwa Darsono, anak dari pemilik lahan terdahulu, kini mengklaim memiliki sertifikat tanah terbit tahun 1982, atau lima tahun setelah pembangunan sekolah.
“Ayahnya sudah meninggal, sekarang anaknya menuntut. Padahal bukti pembayaran dan kesaksian masyarakat masih ada,” lanjut warga tersebut.
Ketua LSM PERMAK: Diduga Ada Unsur Penyalahgunaan Sertifikat
Ketua Umum LSM Persatuan Masyarakat Anti Korupsi (PERMAK), Hernis, menyoroti kasus penyegelan tersebut. Ia menilai perlu adanya audit dokumen sertifikat dan riwayat tanah agar persoalan ini tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
“Jika benar lahan sekolah itu sudah diwakafkan atau diganti rugi sejak 1977, sementara ada sertifikat baru terbit tahun 1982 atas nama pribadi, maka patut diduga telah terjadi penyalahgunaan administrasi pertanahan, bahkan bisa mengarah ke pemalsuan dokumen negara,” ujar Hernis kepada RBO, Senin sore (13/10/2025).
Menurut Hernis, kasus seperti ini berpotensi melanggar Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan surat atau akta otentik, serta Pasal 385 KUHP tentang penggelapan hak atas tanah milik orang lain, yang keduanya dapat dijatuhi hukuman penjara hingga tujuh tahun.
“Pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan harus mengambil langkah hukum tegas. Ini bukan hanya soal lahan sekolah, tapi soal tanggung jawab negara atas aset pendidikan yang seharusnya dilindungi,” tegasnya.
Harapan Warga: Selesaikan Melalui Pengadilan
Warga berharap agar sengketa ini diselesaikan melalui jalur hukum di pengadilan agar ada kepastian dan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.
“Kami masyarakat berharap Kepala Dinas Pendidikan OKI segera turun tangan menyelesaikan masalah ini. Kalau tidak dibawa ke pengadilan, persoalan sekolah ini tidak akan selesai,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Catatan Redaksi RBO:
Kasus sengketa tanah pendidikan seperti ini menunjukkan perlunya ketegasan pemerintah dalam mengamankan aset negara. Lahan sekolah yang telah diwakafkan dan digunakan untuk kepentingan umum seharusnya memiliki perlindungan hukum yang kuat agar tidak menjadi objek klaim sepihak di kemudian hari.
(R01-R12-BFN)




