Palembang Beritafaktanews.com – Proyek pembangunan kolam retensi di Palembang yang menelan anggaran fantastis senilai Rp 62 miliar kini menjadi sorotan tajam. Proyek yang digadang mampu mengatasi persoalan banjir itu justru mangkrak, bahkan lahan yang telah dibebaskan kini hanya dipenuhi semak belukar.
Rencana awal, kolam retensi akan dibangun di kawasan Simpang Bandara, Kebun Bunga, Sukarami. Namun kemudian lokasi proyek dialihkan ke Jalan Noerdin Panji, tepatnya di Lorong Suka Damai, Kecamatan Sukarami. Proyek ini dibagi dua tahap, yakni Rp 30 miliar pada 2023 dan Rp 32 miliar pada 2024.
Namun, pada 2025 isu dugaan korupsi mencuat. Selain pembangunan yang terhenti, proses ganti rugi lahan juga diduga bermasalah. Nilai ganti rugi disebut-sebut di-mark up hingga 400 persen lebih mahal dari harga pasar maupun NJOP.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Nandang Mukmin Wijaya membenarkan pihaknya menerima laporan terkait dugaan korupsi, termasuk dugaan mark up ganti rugi lahan. “Kasus ini masih dalam penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Sumsel. Masih didalami penyebab awal dan siapa pihak yang terlibat,” ujarnya di Mapolda, Rabu (1/10/2025).
Kasubdit Tipikor Polda Sumsel, Kompol Kristanto Situmeang, menegaskan status perkara kini resmi naik ke tahap penyidikan usai pemeriksaan saksi dan gelar perkara. “InsyaAllah secepatnya akan ada penetapan tersangka. Berikan kami waktu untuk bekerja,” tegasnya.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat dugaan korupsi dalam proyek kolam retensi ini mencapai Rp 39,8 miliar. Dana itu bersumber dari APBD Kota Palembang melalui Dinas PUPR.
Lebih mencengangkan, lahan yang di-mark up untuk pembangunan kolam retensi ternyata merupakan rawa konservasi milik Pemerintah Kota Palembang sendiri. Polisi kini telah memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan, termasuk pejabat berwenang di instansi terkait.
“Kasus ini terkait pengadaan tanah atau lahan untuk kolam retensi. Proses pemanggilan saksi sudah berjalan, tinggal menunggu tindak lanjut penyidikan,” tambah Kristanto.
Publik kini menanti langkah berani aparat dalam menuntaskan kasus ini dan memastikan siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas kerugian negara hampir Rp 40 miliar tersebut.
(R01-R12-BFN)


