JAKARTA, Beritafaktanews.com – Di tengah ketegangan menjelang kemerdekaan Indonesia, sebuah rumah milik perwira tinggi Angkatan Laut Jepang justru menjadi tempat aman bagi para tokoh bangsa dalam merumuskan naskah Proklamasi. Rumah tersebut adalah kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda, yang beralamat di Jalan Meiji Dori—kini Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat.
Keputusan menjadikan rumah Maeda sebagai lokasi perumusan bukan tanpa alasan. Kedekatan Achmad Soebardjo dengan Maeda yang telah terjalin sejak masa keduanya berada di Belanda menjadi faktor kunci. Hubungan pribadi ini membuat Maeda menunjukkan sikap lunak terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Maeda sendiri sudah mengenal tokoh-tokoh pergerakan Indonesia sejak menjabat Atase Angkatan Laut Jepang di Den Haag dan Berlin pada 1930. Saat ditugaskan ke Indonesia sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang), ia bahkan mempekerjakan Soebardjo.
Pada malam 16 Agustus 1945, setelah Soekarno dan Hatta kembali dari Rengasdengklok, Achmad Soebardjo membawa mereka ke rumah Maeda. Lokasi ini dipilih karena memiliki hak imunitas militer—yakni tak bisa digerebek oleh Angkatan Darat Jepang, sehingga para tokoh tetap aman dari intervensi.
Di ruang makan rumah tersebut, naskah proklamasi dirumuskan oleh Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Soekarno menuliskan naskah berdasarkan masukan lisan dari Hatta dan Soebardjo. Proses ini disaksikan oleh perwakilan golongan muda seperti Sukarni, Sudiro, dan BM Diah, serta dua perwira Jepang: S. Miyoshi dan S. Nishijima.
Saat naskah selesai, muncul perdebatan terkait siapa yang akan menandatangani dokumen bersejarah tersebut. Golongan muda menolak jika ditandatangani oleh anggota PPKI—yang dianggap bagian dari bentukan Jepang. Atas usulan Sayuti Melik, akhirnya disepakati bahwa naskah ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, dan frasa “wakil-wakil bangsa Indonesia” diubah menjadi “Atas nama bangsa Indonesia.”
Karena mesin ketik di rumah Maeda hanya menggunakan huruf hiragana, pegawai Maeda bernama Satsuki Mishima pergi meminjam mesin ketik huruf latin ke kantor militer Jerman milik Mayor Dr. Hermann Kandeler. Dengan mesin itu, Sayuti Melik, didampingi BM Diah, dipercaya untuk mengetik naskah proklamasi final.
Rumah yang menjadi saksi bisu peristiwa penting ini kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, simbol kolaborasi lintas bangsa dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia.
(Red)