Jakarta, Beritafaktanews.com — Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, mengungkap dugaan keterlibatan Amerika Serikat (AS) melalui operasi intelijen dalam konflik bersenjata antara Iran dan Israel.
Hendropriyono menyebut perang ini bagian dari pola lama yang kerap dimainkan Amerika melalui pendekatan proxy war atau perang perpanjangan tangan.
“Sudah pasti. Bukan cuma Indonesia, Guatemala juga pernah dikudeta oleh CIA. Presiden Haiti juga digulingkan lewat kudeta militer, di belakangnya CIA,” ujar Hendropriyono dalam wawancara di kanal YouTube Mahfud MD Official yang dikutip Selasa (24/6).
Menurutnya, Israel saat ini berperan sebagai proxy Amerika dalam konflik dengan Iran.
CIA dan Jejak Proxy War di Dunia
Hendro menegaskan bahwa pola operasi intelijen seperti ini bukan hal baru. Dalam sejarah, keterlibatan CIA disebutnya pernah terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Ia juga menyebut skenario besar Amerika kali ini sebenarnya berupaya memindahkan fokus geopolitik dari Eropa ke Asia Tenggara, terutama Laut Cina Selatan. Namun, menurutnya, skenario tersebut meleset.
“Tadinya rencananya kuning, terus biru ya. Ada plan A, plan B. Plan B-nya adalah menguasai Suriah. Setelah itu, target berikutnya adalah Iran,” jelas Hendropriyono.
Ia juga memaparkan, strategi Amerika di Suriah dilakukan dengan mendorong Rusia angkat kaki dari negara itu melalui tekanan operasi intelijen.
“Kerjaan CIA biasalah, bikin Rusia keluar dari Suriah, pulang ke Moskow. Suriah diserbu. Kelompok-kelompok radikal menggulingkan Bashar al-Assad. Dapat suaka politik di Rusia, Suriah jatuh. Itulah permainan proxy,” tegasnya.
Ancaman Ketegangan di Dalam Negeri
Hendropriyono juga mengingatkan potensi dampak buruk dari eskalasi permainan intelijen terhadap stabilitas dalam negeri Indonesia.
“Saya sangat takut kalau begitu ada sedikit konflik di Indonesia, kartu intel akan dimainkan, adu domba pasti terjadi. Karena itu saya coba redam,” katanya.
Meski konflik Iran-Israel saat ini memanas, Hendropriyono menilai kecil kemungkinan perang ini meluas menjadi Perang Dunia Ketiga.
“Rusia masih sibuk dengan Ukraina. China fokus di Pakistan dan India. Satu-satunya kekuatan besar yang mungkin ikut adalah Korea Utara, tapi Korea Utara lebih condong ke Rusia dan juga tidak suka Iran,” jelasnya.
Ancaman Serangan Nuklir dan Upaya Gencatan Senjata
Sebelumnya, CNN melaporkan sejumlah pejabat AS telah mengantongi intelijen baru terkait potensi serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.
Menurut sumber intelijen AS, peluang Israel menyerang fasilitas nuklir Iran meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir, terutama jika negosiasi AS-Iran gagal menghentikan pengayaan uranium oleh Iran.
AS bahkan memantau manuver militer besar-besaran Israel, termasuk pergerakan amunisi dan latihan udara.
Dalam perkembangan terbaru, Presiden Donald Trump mengumumkan gencatan senjata bertahap antara Iran dan Israel setelah 12 hari pertempuran.
Gencatan senjata itu dibagi dalam dua periode, masing-masing berdurasi 12 jam, dengan target mengakhiri perang secara resmi dalam 24 jam.
Namun, pada Selasa (24/6), kedua negara dilaporkan kembali saling meluncurkan serangan udara.
Militer Israel menyebut terjadi peluncuran rentetan rudal dari Iran yang mengarah ke wilayahnya. Sebagai respons, Israel mengaktifkan sistem pertahanan udara hingga sirine peringatan meraung di beberapa kota.
(Red)